2.21.2009

Marsha Timothy, Cantik ! dan bukan sekedar Cantik!


Hari gini menjadi seorang pelakon apakah cukup hanya bermodal tampang semata? Agaknya tidak juga. Kira-kira demikianlah yang terjadi dengan aktris Marsha Timothy. Terlahir elok secara fisik, namun agar tetap bisa mengukuhkan eksistensi dalam bisnis hiburan cantik saja tidaklah cukup. Cewek kelahiran 8 Januari 1979 ini tetap melakukan ikhtiar agar tak sekadar dibilang modal nampang doang.
Simak saja apa kata sineas Joko Anwar tentang Caca, demikian sapaannya, di majalah First edisi Februari 2009. Dia mengaku sejak lama ingin bekerja sama dengan sang aktris. ”Melihat performa di film-filmnya, dia mempunyai bakat yang luar biasa,” komentar Joko. Selain itu, dia juga melihat Caca seorang pekerja keras. Joko Anwar adalah sutradara yang mengarahkan Caca dalam film mutakhirnya, Pintu Terlarang.
Perihal kerja keras sang aktris memang tampak dari ucapannya. Dalam sebuah kesempatan wawancara pekan silam (10/2), dia sempat mengeluhkan sulitnya mencari materi film lokal klasik. ”Kepingin deh melihat filmnya tante Rini S Bono” seloroh Caca, semacam curhat colongan. Rupanya dia cukup serius untuk mencari tahu sejauhmana akting yang ditunjukkan oleh para pelakon dari masa lalu.
Tampilnya Caca di ranah hiburan sekarang ini agaknya memang sebuah ketidaksengajaan. Berawal dari tahun 2003, ketika dia sedang berjalan-jalan di sebuah mal di Jakarta. Tiba-tiba seseorang mendekati dan menawarinya untuk menjadi model iklan sebuah produk kecantikan. Gayung bersambut. Sejak itu Caca mulai bersentuhan dengan dunia kreatif. Dia pun mulai kecemplung di ranah hiburan dengan profesi sebagai seorang model.
Maka tinggal soal waktu bagi anak bungsu dari 6 bersaudara ini untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Awal tahun 2006, Caca tampil dalam sebuah film drama petualangan bertajuk Ekspedisi Madewa. Agaknya, dia tak terlalu antusias tentang penampilan dalam film debutnya ini. ”Ah, itu sih hanya coba-coba. Bukan niat main film. Saya tidak berakting di sana,” demikian ungkapnya jujur. Caca malah merasa lewat film itu dia bisa berjalan-jalan ke tempat yang tak pernah terpikir untuk dikunjungi. ”Aku mungkin tak akan pernah jalan-jalan ke kawasan Buniayu, Sukabumi,” lagi-lagi ucapnya sambil tertawa.
Terlanjur basah, Caca mulai kepincut untuk berlakon. Beberapa tawaran akting di layar kaca mulai disabetnya. Setahun pasca debutnya, dia mendapatkan peran dalam film yang berikut, Coklat Stroberi. Inilah momen dimana Caca mulai meyakini film sebagai profesinya. ”Aku sudah mulai senang akting. Pokoknya aku yakin banget dan benar-benar cinta dengan pekerjaan ini,” seloroh adik produser film Sheila Timothy ini meyakinkan.
Perihal skenario agaknya menjadi alasan kuat bagi Caca bergabung dalam proyek film. Dalam Coklat Stroberi misalnya, dia terpikat oleh skenario jenaka buatan Upi. ”Waktu baca ceritanya, wah lucu sekali,” tutur Caca. Pun dengan filmnya yang berikut, Merah Itu Cinta arahan sutradara Rako Prijanto.”Penulis skenarionya Nova Riyanti Yusuf,” paparnya. Alangkah senangnya Caca ketika ditunjuk Rako menjadi pemeran utama dalam film itu. ”Wah, saya jadi perempuan aneh dengan bahasa yang bukan sehari-hari,” ceritanya dengan penuh semangat. Saking semangatnya bermain dalam film itu, Caca sampai bela-belain untuk potong rambut dan mengecatnya dengan warna merah. ”Ini kan kesempatan dalam bentuk lain,” komentarnya.
Perkara skenario lagi-lagi menjadi prioritas Caca saat bermain dalam film Otomatis Romantis arahan Guntur Suhardjanto. ”Menyenangkan. Monty selalu bagus saat menulis skenario,” puji pemilik hobi membaca dan travelling ini tentang Monty Tiwa. Menjadi menyenangkan lantaran kisah komedi romantis itu sungguh jenaka, katanya lagi. Tentu saja, bukan hanya perkara lucu itu yang membuat Caca girang. ”Saya bisa ketemu dengan pak Tarzan.Aduh senang sekali,” cerita dia lagi. Komedian senior Tarzan merupakan salah satu idola Caca yang kerap dinantinya saat muncul di luar kaca ketika dia kecil.
Ndilalah, kecintaan Caca kepada profesi aktingnya memang bukan bertepuk sebelah tangan. Kalau bukan peran unik yang diperolehnya, mestilah dia mendapat lawan main yang tidak disangka-sangka. Dalam film Love misalnya. Caca berperan sebagai seniwati yang sedang pameran di sebuah galeri dan menemukan cintanya yang sempat hilang. Sedap.
Bagaimana dengan di film Cinta Setaman? Peran di film ini agaknya membuat Caca tertawa geli. ”Saya menjadi seorang muslimah yang berjilbab dan akan dinikahi pria paruh baya,” cerita dia. Pemeran pria tersebut adalah Slamet Rahardjo, salah satu aktor yang amat dikaguminya. Tak urung, Caca sampai nervous karenanya. ”Untung dia baik sekali. Untuk mencairkan suasana kita ngobrol, hingga suasananya jadi enak,” ungkap Caca tentang upaya mencairkan kekakuan itu.
Persoalan siapa lawan main Caca kembali mencuat saat dia bermain dalam Pintu Terlarang. Ketika berakting bareng sang kekasih, Fachri Albar, opini publik cenderung melihatnya sebagai hal-hal yang sensasional. Tak heran jika muncul pertanyaan bagaimana rasanya bermain bareng pacar, bagaimana rasanya mengenakan gaun pengantin, pokoknya tak jauh dari itu.
Padahal, seperti disebutkan di atas, sineas Joko Anwar tentu saja punya pertimbangan sendiri tentang posisi yang dia berikan kepada Caca. Yang jelas, itu bukanlah sekadar paras elok yang dimilikinya

Hari gini menjadi seorang pelakon apakah cukup hanya bermodal tampang semata? Agaknya tidak juga. Kira-kira demikianlah yang terjadi dengan aktris Marsha Timothy. Terlahir elok secara fisik, namun agar tetap bisa mengukuhkan eksistensi dalam bisnis hiburan cantik saja tidaklah cukup. Cewek kelahiran 8 Januari 1979 ini tetap melakukan ikhtiar agar tak sekadar dibilang modal nampang doang.

Simak saja apa kata sineas Joko Anwar tentang Caca, demikian sapaannya, di majalah First edisi Februari 2009. Dia mengaku sejak lama ingin bekerja sama dengan sang aktris. ”Melihat performa di film-filmnya, dia mempunyai bakat yang luar biasa,” komentar Joko. Selain itu, dia juga melihat Caca seorang pekerja keras. Joko Anwar adalah sutradara yang mengarahkan Caca dalam film mutakhirnya, Pintu Terlarang.
Perihal kerja keras sang aktris memang tampak dari ucapannya. Dalam sebuah kesempatan wawancara pekan silam (10/2), dia sempat mengeluhkan sulitnya mencari materi film lokal klasik. ”Kepingin deh melihat filmnya tante Rini S Bono” seloroh Caca, semacam curhat colongan. Rupanya dia cukup serius untuk mencari tahu sejauhmana akting yang ditunjukkan oleh para pelakon dari masa lalu.
Tampilnya Caca di ranah hiburan sekarang ini agaknya memang sebuah ketidaksengajaan. Berawal dari tahun 2003, ketika dia sedang berjalan-jalan di sebuah mal di Jakarta. Tiba-tiba seseorang mendekati dan menawarinya untuk menjadi model iklan sebuah produk kecantikan. Gayung bersambut. Sejak itu Caca mulai bersentuhan dengan dunia kreatif. Dia pun mulai kecemplung di ranah hiburan dengan profesi sebagai seorang model.
Maka tinggal soal waktu bagi anak bungsu dari 6 bersaudara ini untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Awal tahun 2006, Caca tampil dalam sebuah film drama petualangan bertajuk Ekspedisi Madewa. Agaknya, dia tak terlalu antusias tentang penampilan dalam film debutnya ini. ”Ah, itu sih hanya coba-coba. Bukan niat main film. Saya tidak berakting di sana,” demikian ungkapnya jujur. Caca malah merasa lewat film itu dia bisa berjalan-jalan ke tempat yang tak pernah terpikir untuk dikunjungi. ”Aku mungkin tak akan pernah jalan-jalan ke kawasan Buniayu, Sukabumi,” lagi-lagi ucapnya sambil tertawa.
Terlanjur basah, Caca mulai kepincut untuk berlakon. Beberapa tawaran akting di layar kaca mulai disabetnya. Setahun pasca debutnya, dia mendapatkan peran dalam film yang berikut, Coklat Stroberi. Inilah momen dimana Caca mulai meyakini film sebagai profesinya. ”Aku sudah mulai senang akting. Pokoknya aku yakin banget dan benar-benar cinta dengan pekerjaan ini,” seloroh adik produser film Sheila Timothy ini meyakinkan.
Perihal skenario agaknya menjadi alasan kuat bagi Caca bergabung dalam proyek film. Dalam Coklat Stroberi misalnya, dia terpikat oleh skenario jenaka buatan Upi. ”Waktu baca ceritanya, wah lucu sekali,” tutur Caca. Pun dengan filmnya yang berikut, Merah Itu Cinta arahan sutradara Rako Prijanto.”Penulis skenarionya Nova Riyanti Yusuf,” paparnya. Alangkah senangnya Caca ketika ditunjuk Rako menjadi pemeran utama dalam film itu. ”Wah, saya jadi perempuan aneh dengan bahasa yang bukan sehari-hari,” ceritanya dengan penuh semangat. Saking semangatnya bermain dalam film itu, Caca sampai bela-belain untuk potong rambut dan mengecatnya dengan warna merah. ”Ini kan kesempatan dalam bentuk lain,” komentarnya.
Perkara skenario lagi-lagi menjadi prioritas Caca saat bermain dalam film Otomatis Romantis arahan Guntur Suhardjanto. ”Menyenangkan. Monty selalu bagus saat menulis skenario,” puji pemilik hobi membaca dan travelling ini tentang Monty Tiwa. Menjadi menyenangkan lantaran kisah komedi romantis itu sungguh jenaka, katanya lagi. Tentu saja, bukan hanya perkara lucu itu yang membuat Caca girang. ”Saya bisa ketemu dengan pak Tarzan.Aduh senang sekali,” cerita dia lagi. Komedian senior Tarzan merupakan salah satu idola Caca yang kerap dinantinya saat muncul di luar kaca ketika dia kecil.
Ndilalah, kecintaan Caca kepada profesi aktingnya memang bukan bertepuk sebelah tangan. Kalau bukan peran unik yang diperolehnya, mestilah dia mendapat lawan main yang tidak disangka-sangka. Dalam film Love misalnya. Caca berperan sebagai seniwati yang sedang pameran di sebuah galeri dan menemukan cintanya yang sempat hilang. Sedap.
Bagaimana dengan di film Cinta Setaman? Peran di film ini agaknya membuat Caca tertawa geli. ”Saya menjadi seorang muslimah yang berjilbab dan akan dinikahi pria paruh baya,” cerita dia. Pemeran pria tersebut adalah Slamet Rahardjo, salah satu aktor yang amat dikaguminya. Tak urung, Caca sampai nervous karenanya. ”Untung dia baik sekali. Untuk mencairkan suasana kita ngobrol, hingga suasananya jadi enak,” ungkap Caca tentang upaya mencairkan kekakuan itu.
Persoalan siapa lawan main Caca kembali mencuat saat dia bermain dalam Pintu Terlarang. Ketika berakting bareng sang kekasih, Fachri Albar, opini publik cenderung melihatnya sebagai hal-hal yang sensasional. Tak heran jika muncul pertanyaan bagaimana rasanya bermain bareng pacar, bagaimana rasanya mengenakan gaun pengantin, pokoknya tak jauh dari itu.
Padahal, seperti disebutkan di atas, sineas Joko Anwar tentu saja punya pertimbangan sendiri tentang posisi yang dia berikan kepada Caca. Yang jelas, itu bukanlah sekadar paras elok yang dimilikinya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bijak dan lugas adalah kunci sebuah kritik dapat dinalar dengan otak dan dapat dicerna oleh mata !