11.07.2008

Deathly Hallow Chapter2


deathly hallow (chapter2)
By ryadhiefhu

Chapter 2In Memorandum(Kenangan)
Harry terluka. Ia menggenggam tangan kanannya dengan tangan kirinya, menyumpah-nyumpah dalam bisikan. Ia membuka pintu kamar dengan bahunya. Terdengar suara pecahan perabot porselen, dan sebuah pecahan cangkir berisi teh dingin tergeletak di lantai depan pintu kamarnya.
“Apa-apaan…?”
Ia melihat sekelilingnya, rumah nomor empat, Privet Drive yang sepi. Sepertinya ide cangkir teh ini adalah salah satu ide jebakan terbaik dari Dudley. Menjaga agar tangannya yang terluka tetap terangkat, Harry mengambil semua pecahan cangkir itu dengan tangannya yang lain, dan membuangnya ke tempat sampah di dekat pintu kamarnya. Lalu ia langsung ke kamar mandi untuk mencuci lukanya.
Sungguh benar-benar bodoh dan membosankan, bahwa ia harus menghabiskan empat minggu menahan diri untuk tidak menggunakan sihir… tapi ia merasa bahwa luka di jarinya dapat memaksanya untuk melakukan sihir. Sayangnya ia tak pernah belajar bagaimana mengobati luka, dan sekarang ia mulai berpikir bagaimana cara melakukannya. Ia berencana untuk menanyakan caranya pada Hermione, Sekarang ia menggunakan banyak tisu untuk membersihkan tumpahan tehnya sebelum ia kembali ke kamar dan membanting pintu kamarnya.
Harry menghabiskan pagi ini untuk mengosongkan koper yang selalu ia gunakan selama enam tahun terakhir. Pada tahun pertamanya, ia memenuhi kurang lebih tiga perempatnya lalu kadang mengganti atau menambahkan isinya tiap tahun, dan meninggalkan sisa-sisa di dasar koper – pena bulu lama, mata kumbang yang telah mengering, dan kaus kaki yang sudah tidak cukup lagi. Beberapa menit sebelumnya, Harry memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu, dan menghasilkan rasa sakit yang luar biasa dan pendarahan di keempat jari tangan kanannya.
Kini ia lebih berhati-hati. Ia berlutut di sebelah kopernya, ia meraba-raba dasar kopernya dan menemukan sebuah lencana tua yang berkedip-kedip antara DUKUNG CEDRIG DIGGORY dan POTTER BAU, Teropong Musuh rusak yang sudah tak bisa dipakai lagi, sebuah liontin emas dengan sebuah catatan dari R.A.B. di dalamnya, dan akhirnya ia menemukan apa yang melukai jarinya. Ia langsung mengenalinya. Sebuah pecahan cermin sepanjang lima senti pemberian bapak baptisnya, Sirius. Harry meletakkannya dan melanjutkan mencari peninggalan lain dari bapak baptisnya. Tapi yang tersisa hanya sisa pecahan cermin yang tersebar di dasar kopernya.
Harry duduk dan memerhatikan cermin yang telah melukai jarinya, yang dilihatnya hanyalah bayangan dari mata hijau cerahnya. Lalu ia meletakkan pecahan cermin itu di atas Daily Prophet terbitan hari ini, yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur.
Butuh empat jam penuh untuk mengosongkan koper, membuang yang tidak perlu, memilih barang-barang apa yang akan kembali masuk ke dalam koper dan akan ia bawa. Jubah sekolah, jubah Quidditich, kuali, perkamen, pena bulu, buku sekolahnya, jelas ia akan meninggalkannya. Ia membayangkan apa yang akan dilakukan oleh paman dan bibinya, mungkin mereka akan membakarnya, menganggapnya seperti barang bukti kejahatan. Baju Muggle, Jubah Gaib, bahan membuat ramuan, beberapa buku, album foto yang Hagrid berikan padanya, setumpuk surat, dan tongkatnya, dipaksa masuk ke dalam ransel tuanya. Di kantung depan, tersimpan Peta Perompak dan liontin dengan catatan dari R.A.B. di dalamnya. Liontin itu begitu penting karena begitu banyak hal terjadi dalam usaha untuk mendapatkannya.
Setumpuk koran tergeletak di meja sebelah burung hantu peliharaannya, Hedwig, yang datang setiap hari selama Harry menghabiskan liburan musim panasnya di Privet Drive.
Harry berdiri, meregangkan otot-ototnya, dan berjalan menuju meja. Hedwig diam saja saat Harry mulai membuang koran-koran itu ke dalam tempat sampah. Burung hantu itu sedang tidur, atau berpura-pura tidur. Ia sedang marah pada Harry karena begitu jarang mengizinkannya keluar dari kandang.
Begitu tumpukan koran mulai menipis, Harry mencari satu edisi koran yang terbit saat ia baru tiba di Privet Drive. Ia ingat bahwa di halaman depan tercetak berita kecil tentang pengunduran diri Charity Burbage, guru Telaah Muggle di Hogwarts. Dan ia menemukannya. Ia membuka halaman sepuluh, ia duduk di kursinya dan mulai membaca ulang berita duka yang dicarinya.
MENGENANG ALBUS DUMBLEDOREoleh Elphias Doge
Pertama kali aku bertemu dengan Albus Dumbledore adalah saat aku berusia sebelas tahun, di hari pertama kami di Hogwarts. Ketertarikan kami berawal saat kami diacuhkan oleh orang-orang. Aku baru saja terkena cacar naga sesaat sebelum masuk sekolah, walaupun sudah tak lagi menular, bekas cacar kehijauan itu membuat hanya sedikit orang berani mendekatiku. Sedangkan Albus, datang ke sekolah membawa nama buruk. Beberapa tahun sebelumnya, ayahnya, Percival, ditangkap karena telah menyerang tiga Muggle muda dengan kejam.
Albus tidak pernah mengelak bahwa ayahnya (yang meninggal di penjara Azkaban) telah berbuat kesalahan. Sebaliknya, saat aku memberanikan diri untuk bertanya, dia malah meyakinkanku bahwa ayahnya benar-benar bersalah. Lalu, Dumbledore tidak akan melanjutkan ceritanya, tidak ingin membicarakan hal-hal sedih, katanya. Walaupun banyak orang yang mengungkit-ungkit hal tersebut. Beberapa di antaranya, memuji tindakan ayahnya, dan menganggap bahwa Albus juga seorang pembenci Muggle. Tapi mereka benar-benar keliru. Karena semua orang tahu bahwa Albus tidak pernah tertarik dengan gerakan anti-Muggle. Malahan dia sangat mendukung hak-hak Muggle, yang membuatnya memiliki banyak musuh dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam beberapa bulan, nama Albus mulai lebih dikenal daripada nama ayahnya. Di akhir tahun pertamanya, dia tak lagi dikenal sebagai anak dari seorang pembenci Muggle, namun lebih dikenal sebagai siswa paling cemerlang yang pernah ada di sekolah. Dan teman-temannya mendapatkan banyak keuntungan darinya, termasuk pertolongan dan dorongan semangat yang tulus darinya. Dan dia mengaku padaku bahwa dia menemukan kesenangan tersendiri saat mengajar.
Dia tidak hanya memenangkan semua hadiah yang sekolah pernah tawarkan, dia juga secara rutin berkoresponden dengan para penyihir hebat pada masanya, termasuk Nicolas Flamel, alkemis kenamaan, Bathilda Bagshot, sejarahwati terkemuka, dan Adalbert Waffling, ahli teori sihir. Beberapa esainya tiba-tiba dipublikasikan di Transfiguration Today, Challenges in Charming, dan Practical Potioneer. Karir masa depan Dumbledore sepertinya sudah terukir. Dan pertanyaan yang tersisa hanyalah kapan kira-kira dia akan menjadi Menteri Sihir. Walau sudah diprediksikan pekerjaan apa yang akan dia lakukan, dia tidak pernah berkeinginan untuk bekerja di Kementrian.
Tiga tahun setelah dia memulai sekolahnya, saudara Albus, Aberforth, tiba di sekolah. Mereka benar-benar tidak mirip. Aberforth bukanlah seorang kutu buku seperti Albus. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dengan berduel daripada beradu argumen. Namun adalah kesalahan besar bila menganggap kakak beradik ini tidak saling bersahabat. Mereka berteman layaknya dua orang anak yang berbeda satu sama lain. Bagi Aberforth, tentu sulit terus hidup di bawah bayang-bayang Albus. Berusaha terus-menerus untuk menjadi lebih cemerlang, baik sebagai teman ataupun saudara. Saat Albus dan aku lulus dari Hogwarts, kami berencana untuk berkeliling dunia bersama, mengunjungi dan belajar dari penyihir lain, sebelum memulai karir masing-masing. Akan tetapi, sebuah tragedi terjadi. Pada malam keberangkatan kami, ibu Albus, Kendra, meninggal, meninggalkan Albus sebagai kepala keluarga. Aku menunda keberangkatanku cukup lama untuk dapat menghadiri penguburan Kendra, dan melanjutkan perjalananku sendirian. Dengan adik-adik yang butuh diurus, dan hanya sedikit emas yang tersisa, tidak mungkin Albus bisa menemaniku.
Dan itu adalah suatu masa di mana kami jarang saling menghubungi. Aku menulis pada Albus, keseluruhan perjalananku. Mulai dari bagaimanan aku berhasil lolos dari Chimaera di Yunani, hingga bereksperimen dengan alkemis dari Mesir. Suratnya kepadaku berisi tentang kesehariannya, yang menurutku tentu sangat membosankan untuk seorang penyihir sehebat dirinya. Terbenam sendiri dalam perjalananku, di tahun terakhir perjalananku, aku mendengar sebuah berita duka, yang menyatakan bahwa Dumbledore mengalami tragedi lain, kematian saudarinya, Ariana.
Walau Ariana memang sudah sakit-sakitan, kematiannya setelah kematian sang ibu, sungguh mempengaruhi kedua saudaranya. Semua orang yang dekat dengan Albus – dan aku menganggap diriku salah satu di antaranya – yakin bahwa Albus merasa bertanggung jawab atas kematian Ariana, walaupun tentu saja, dia tidak bersalah.
Saat aku kembali, aku telah menemui seorang pria muda yang sudah mengalami banyak pengalaman layaknya pria berumur. Albus menjadi lebih berhati-hati dan periang dari sebelumnya. Dan sebagai tambahan untuk kesengsaraannya, hubungan dengan saudaranya Aberforth, mulai merenggang. Kemudian, dia mulai jarang membicarakan keluarganya, dan teman-temannya belajar untuk tidak mengungkitnya.
Cerita lain akan mengungkapkan keberhasilannya di tahun-tahun berikutnya. Kontribusi Dumbledore yang tak terhitung untuk pengetahuan, termasuk penemuannya atas dua belas fungsi dari darah naga yang memberi banyak keuntungan untuk generasi selanjutnya. Begitu pula kearifan yang ditunjukkannya dalam pengadilan saat dia menjadi Chief Warlock of Wizengamot. Banyak yang berkata bahwa tidak ada pertarungan yang dapat menandingi duel antara Dumbledore dengan Grindelwald di tahun 1945. Mereka yang menjadi saksi mata, menggambarkan bagaimana kedua penyihir luar biasa itu bertarung. Dan kemenangan Dumbledore, yang memengaruhi dunia sihir dan menjadi titik balik sejarah sihir, atas kejatuhan Dia-yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut.
Albus Dumbledore tidak pernah membanggakan diri atau menjadi sombong. Dia selalu menghargai tiap orang yang dia kenal, dan aku percaya bahwa semua tragedi yang pernah dia alami membuatnya menjadi lebih memiliki rasa kemanusiaan dan lebih mudah bersimpati. Aku akan sangat merindukan persahabatan ini lebih dari yang bisa aku ungkapkan, namun rasa kehilangan ini tidak akan memengaruhi dunia sihir. Dia telah menjadi inspirasi dan merupakan Kepala Sekolah Hogwarts yang paling dicintai. Dia meninggal seperti saat ia hidup, bekerja dengan kemampuannya yang terbaik hingga saat-saat terakhirnya, sama seperti saat dia mengulurkan tangannya pada seorang anak yang terkena cacar naga, saat pertama aku pertama kali bertemu dengannya.
Harry selesai membaca, namun terus menatap gambar yang terpampang di sana. Dumbledore yang sedang tersenyum ramah, namun tatapan dari balik kacamata bulan separonya memberikan kesan, walau dalam koran, seakan menembus Harry dan merasakan kesedihan dan rasa malunya.
Harry merasa sudah sangat mengenal Dumbledore, namun sejak ia membaca berita ini, ia menyadari bahwa ia hampir tidak mengenal Dumbledore sama sekali, tak pernah sekali pun ia pernah membayangkan masa muda Dumbledore. Rasanya ia hanya muncul begitu saja seperti saat Harry mengenalnya – tua, berambut keperakan, dan baik hati. Gagasan atas Dumbledore saat remaja sungguh aneh, seperti membayangkan bagaimana bodohnya Hermione, atau seberapa ramah Skrewt-Ujung-Meletup.Harry tidak pernah berpikir untuk menanyakan masa lalu Dumbledore. Ia yakin akan aneh dan kurang sopan. Namun, merupakan pengetahuan yang umum tentang pertarungan luar biasa antara Dumbledore dan Grindelwald, dan Harry tidak pernah bertanya bagaimana kejadiannya, atau semua pencapaiannya yang membuatnya terkenal. Tidak, mereka selalu berbicara tentang Harry – masa lalu Harry, masa depan Harry, rencana Harry, dan bagaimana Harry saat ini – memberitahu bahwa masa depan Harry begitu berbahaya dan tidak pasti. Namun ia melepaskan semua kesempatan untuk bertanya tentang Dumbledore. Bahkan pertanyaan pribadi yang pernah ia tanyakan pada kepala sekolahnya, mungkin tidak dijawab sungguh-sungguh oleh Dumbledore.
“Apa yang Anda lihat saat Anda melihat ke cermin?”
“Aku? Aku melihat diriku memegang sepasang kaus kaki wol tebal.”
Setelah beberapa menit berpikir, Harry merobek berita itu, melipatnya hati-hati dan menyelipkannya ke dalam buku Pertahanan Sihir dan Penggunaannya untuk Melawan Ilmu Hitam. Lalu ia membuang sisa koran itu ke tempat sampah dan melihat kamarnya. Kamarnya jauh lebih rapi. Yang tersisa hanyalah Daily Prophet edisi hari ini, masih tergeletak di atas tempat tidur, yang di atasnya ada pecahan cermin.
Harry berjalan menuju tempat tidurnya, menggeser pecahan cermin dan membuka koran. Ia telah melihat tajuknya saat gulungan koran itu baru diantar oleh burung hantu, namun tidak ada berita tentang Voldemort. Harry yakin bahwa Kementrian telah menekan Prophet untuk tidak memberitakan Voldemort. Tapi sepertinya ada sesuatu yang ia lewatkan.
Di bagian tengah di halaman pertama, tajuk yang lebih kecil dengan potret Dumbledore berjalan gelisah.
DUMBLEDORE – KEBENARAN?
Minggu depan, cerita yang mengejutkan tentang penyihir jenius yang dianggap sebagai penyihir terhebat pada masanya. Mematahkan imej seorang penyihir berjanggut keperakan yang tenang dan bijaksana. Rita Skeeter mengungkapkan masa kanak-kanaknya yang kurang menyenangkan, masa muda yang tidak mengenal hukum, dan masa hidup yang penuh perseteruan, dan rahasia yang Dumbledore bawa hingga ke liang kuburnya. MENGAPA seseorang yang dapat menjadi seorang Menteri Sihir hanya menjadi kepala sekolah? APA tujuan sebenarnya dari organisasi rahasia yang diketahui sebagai Orde Phoenix? BAGAIMANA Dumbledore meninggal? Jawaban dari pertanyaan di atas dan banyak pertanyaan lain akan dibahas dalam biografi ‘Kehidupan dan Kebohongan Albus Dumbledore’, yang ditulis oleh Rita Skeeter, wawancara eksklusif bersama Betty Braithwaite, halaman 13.
Harry membuka korannya dan menemukan halaman tiga belas. Artikel itu berada di bagian atas halaman dengan potret wajah yang sudah Harry kenal. Seorang wanita dengan kacamata hias dan rambut pirang ikal, dengan senyum kemenangan yang menunjukkan giginya yang berjajar rapi, menggelungkan jari-jarinya ke arahnya. Berusaha untuk tidak peduli pada potret yang memuakkan itu, Harry mulai membaca.
Sebenarnya Rita Skeeter adalah pribadi yang hangat dan lembut bila dibandingkan dengan artikelnya yang ganas. Menyambutku di rumahnya yang nyaman. Dia langsung mengajakku ke dapur, menyeduhkanku secangkir teh, dan memberikan sepotong kue, dan pembicaraan tentang gosip terhangat pun mulai mengalir.
“Ya, tentu saja, Dumbledore adalah sebuah mimpi bagi penulis biografi,” kata Skeeter. “Hidupnya yang panjang. Aku yakin bukuku adalah yang pertama karena akan banyak pula yang lain.” Skeeter bekerja cukup cepat. Buku setebal sembilan ratus halaman ini hanya ditulis dalam jangka waktu empat minggu setelah kematian misterius Dumbledore di bulan Juni. Aku bertanya padanya bagaimana dia bisa menyelesaikannya begitu cepat.
“Oh, bila engkau telah menjadi jurnalis seperti aku, bekerja dengan tenggat waktu yang pendek akan menjadi kebiasaan. Aku mengerti bahwa dunia sihir sangat menanti untuk mengetahui cerita selengkapnya, dan aku ingin menjadi orang pertama yang memenuhi keinginan mereka.” Aku mengatakan padanya tentang komentar Elphias Doge, Special Advisor to the Wizengamot, yang merupakan teman lama Albus Dumbledore yang menyatakan bahwa “Fakta-fakta yang ditulis Skeeter, tidak lebih dari fakta yang tertulis di kartu Cokelat Kodok.”
Skeeter berpaling dan tertawa.
“Dodgy sayang! Aku ingat saat aku mewawancarai dia beberapa tahun lalu tentang hak-hak para duyung, terberkatilah dia. Benar-benar konyol, sepertinya kami hanya duduk-duduk di dasar danau Windermere, dan dia terus mengingatkanku untuk berhati-hati dengan ikan trout.”
Belum lagi tuduhan Elphias Doge atas ketidak-akuratan yang tersebar di mana-mana. Apakah Skeeter benar-benar merasa bahwa empat minggu merupakan waktu yang cukup untuk mengumpulkan data atas kehidupan Dumbledore yang panjang dan tidak biasa? “Oh, sayang,” kata Skeeter, mengingatkanku dengan penuh kasih, “kau sama tahunya dengan diriku, sebanyak apa informasi yang dapat kita kumpulkan dengan sekantung penuh Galleon, berkeras menolak kata ‘tidak’, dan sebuah Pena Bulu Kutip Kilat! Orang-orang mengantri untuk mendapat remah-remah dari Dumbledore. Tidak semua orang berpikir bahwa dia begitu hebat, kau tahu – dia suka cari masalah dengan banyak orang penting. Tapi si Dodge tua itu tidak bisa menyangkal karena aku telah mendapatkan sumber yang membuat tiap jurnalis mau menukarnya bahkan dengan tongkat mereka. Seseorang yang tidak pernah berbicara di depan publik sebelumnya dan begitu dekat dengan Dumbledore pada masa mudanya.”
Biografi yang Skeeter tulis tentunya akan mengejutkan setiap orang yang percaya bahwa Dumbledore memiliki hidup bersih tanpa kesalahan. Apa rahasia yang paling mengejutkan yang engkau temukan, tanyaku.
“Cukup, Betty, aku tidak akan memberitahukan berita terhebat sebelum orang-orang membeli bukuku!” tawa Skeeter. “Tapi aku meyakinkanmu bahwa setiap orang yang percaya bahwa hidup Dumbledore seputih janggutnya akan sadar! Anggap saja orang-orang tidak tahu semarah apa dia, saat Kau-Tahu-Siapa tahu bahwa dia pernah menganut Ilmu Hitam pada masa mudanya! Ya, Albus Dumbledore memiliki masa lalu yang begitu kelam, belum lagi keluarganya yang mencurigakan, dimana dia selalu berusaha untuk menyembunyikannya.” Aku bertanya apakah yang Skeeter maksud adalah saudara Dumbledore, Aberforth, yang dinyatakan bersalah oleh Wizengamot atas skandal lima belas tahun lalu.
“Oh, Aberforth hanyalah bagian kecil,” tawa Skeeter. “Tidak, tidak, aku berbicara tentang sesuatu yang lebih buruk dari kegemaran saudaranya yang suka bermain-main dengan kambing, lebih buruk ayahnya yang pembenci Muggle – Dumbledore tidak dapat meredamnya tentu saja, keduanya dianggap bersalah oleh Wizengamot. Bukan juga ibu dan saudarinya yang menggugah rasa ingin tahuku. Kalian harus membaca bab sembilan hingga dua belas agar tahu lebih lengkap. Dan tidak heran pula mengapa Dumbledore tidak pernah bercerita bagaimana hhidungnya patah.” Walaupun begitu, apakah Skeeter mengelak dari kecemerlangan Dumbledore yang membuatnya menghasilkan banyak penemuan?
“Dia memang pintar,” akunya, “walaupun banyak pertanyaan yang muncul apakah hanya dia sendiri yang berhak atas segala penemuannya, seperti yang aku ungkapkan di bab enam belas. Ivor Dillonsby telah menyatakan bahwa dia telah menemukan delapan fungsi darah naga sebelum Dumbledore mempublikasikan esainya.” Tapi beberapa hal penting yang dilakukan Dumbledore tidak dapat dapat disangkal, kataku. Bagaimana dengan pertarungannya dengan Grindelwald?
“Oh, aku benar-benar senang akhirnya kau menanyakan hal itu,” kata Skeeter dengan senyumnya yang menggoda. “Sepertinya kemenangan spektakuler Dumbledore pun tak lebih dari sekadar omong kosong. Jangan begitu yakin bahwa telah terjadi sebuah pertarungan hebat yang melegenda. Setelah engkau membaca bukuku, engkau akan tahu bahwa sebenarnya Grindelwald telah mengibarkan saputangan putihnya dan menyerah begiru saja.” Skeeter menolak untuk memberi penjelasan lebih lanjut pada subjek yang menarik ini. Lalu kami melanjutkan pada sevuah hubungan yang akan membuat pembaca terkagum-kagum.
“Oh, ya,” kata Skeeter, mengangguk dengan tenang, “aku mencurahkan satu bab penuh untuk membahas hubungan Potter-Dumbledore. Yang ternyata merupakan hubungan yang tidak sehat, menakutkan bahkan. Sekali lagi, para pembaca harus membeli bukuku untuk mengetahui cerita lengkapnya. Walau Dumbledore tidak mengambil keuntungan dari hubungan yang aneh ini, malah si bocah yang mendapat semua keuntungannya. Dan ini juga membuktikan bahwa Potter memiliki masa remaja yang penuh masalah.”
Aku bertanya apakah Skeeter masih berhubungan dengan Harry Potter, yang telah membuatnya begitu terkenal karena wawancara tahun lalu. Sebuah wawancara eksklusif dengan Potter tentang kembalinya Kau-Tahu-Siapa.
“Oh, ya, kami menjadi sangat dekat,” kata Skeeter. “Potter yang malang hanya memiliki sedikit teman baik, dan kami bertemu pada saat terberat dalam masa hidupnya – Turnamen Triwizard. Mungkin aku satu-satunya orang yang masih hidup yang tahu siapa Harry Potter sebenarnya.” Hal ini membuat kami membicarakan tentang rumor yang beredar tentang detik-detik terakhir Dumbledore. Apakah Skeeter percaya bahwa Potter ada di dekat Dumbledore saat kematiannya?
“Wah, aku tidak bisa berkata banyak – semuanya ada di buku – tapi saksi mata yang ada di Hogwarts melihat Potter berlari dari tempat kejadian sesaat setelah Dumbledore jatuh, melompat, atau didorong. Potter kemudian memberi keterangan melawan Severus Snape, seorang pria yang tentunya akan mendendam karenanya. Apakah semua yang kita lihat benar-benar seperti yang kita lihat? Itu yang harus ditentukan oleh para komunitas sihir – setelah mereka membaca bukuku.” Aku mencatat dengan rasa ingin tahu yang mulai tumbuh. Dan tidak diragukan lagi bahwa buku Skeeter akan menjadi bestseller. Sementara para pengagum Dumbledore akan gemetar mengetahui siapa sebenarnya pahlawan mereka.
Harry telah membaca habis artikel itu, namun terus menatap kosong pada halaman itu. Rasa marahnya tiba-tiba memuncak dan membuatnya muak. Ia menutup koran itu dan melemparnya ke dinding, yang lalu terjatuh di sekitar tempat sampah bersama sampah lain yang tak kebagian tempat karena tempat sampah yang terlalu penuh.
Harry mencoba menyibukkan diri, membuka laci kosong dan memasukkan buku-buku yang seharusnya berada di sana, lalu kata-kata Rita bermunculan di kepalanya satu bab penuh tentang hubungan Potter-Dumbledore… yang bisa dibilang tidak sehat, menakutkan bahkan… ia menganut Ilmu Hitam di masa mudanya… aku telah mendapatkan sumber yang dapat membuat setiap jurnalis mau menukarnya dengan tongkat mereka…
“Pembohong!” teriak Harry, dari jendela terlihat tetangganya yang berhenti memotong rumput karena kaget, dan melihatnya dengan gugup.
Harry duduk di tempat tidurnya. Pecahan cermin itu meluncur menjauh darinya, ia mengambilnya dan memainkannya dalam jari-jarinya. Ia berpikir, memikirkan Dumbledore dan semua kebohongan yang Rita Skeeter karang…
Sekilas terlihat biru terang. Harry membeku, jari-jarinya yang terluka memegangi ujung cermin yang tadi melukainya. Ia tidak berkhayal, hal itu benar-benar terjadi. Ia menoleh, namun yang terlihat hanya dinding berwarna krem pucat pilihan bibi Petunia, dan tidak ada yang berwarna biru yang bisa dipantulkan cermin itu. Ia melihat ke dalam cermin itu, tapi yang bisa ia lihat hanya bayangan mata hijaunya yang cerah.Ia hanya berkhayal, hanya itu penjelasannya. Berkhayal, karena ia tengah memikirkan kematian kepala sekolahnya. Tapi bila itu benar terjadi, tadi adalah warna biru terang dari mata Albus Dumbledore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bijak dan lugas adalah kunci sebuah kritik dapat dinalar dengan otak dan dapat dicerna oleh mata !