4.18.2011

"SURAT!!"

“ku titipkan surat ini bersama linangan air mata yang tanpa henti menetes, dua pucuk surat yang ku sampirkan di dalam sebuah amplop cantik, kau tahu benar amplop ini milik siapa, ini milikmu, uangku tak lagi cukup untuk membeli amplop baru yang secantik amplopmu ini. surat lamaranku belum juga di pertimbangkan perusahaan itu. aku belum memiliki pekerjaan hingga sekarang. Maafkan aku, mungkin aku akan mundur dari persaingan ini, karena ternyata semua yang aku janjikan dan aku elu-elukan kepada kedua orangtuamu belum dapat aku kabulkan. Aku rindu padamu, namun kau tak harus merindukan aku, aku takkan kembali lagi, ini surat terakhir dariku, aku mohon jangan kau menangis, aku tak sanggup melihatmu begitu, aku tahu semua inginmu hanya ada pada aku yang tak punya ini, namun kau harus tetap mendengar semua perkataan orangtuamu, kau tak hanya hidup dengan cintaku saja, kau perlu makan, kau perlu pakaian, kau perlu rumah, dan kau juga perlu semua kemewahan, tapi sayang kau tak bisa dapatkan semua itu dariku, aku memang telah menamatkan kuliahku, namun tetap saja dengan gelar sarjana muda ini aku belum bisa membuat hidupku melambung jauh dengan kesuksesan.

Kau masih tetap yang ku sayang, sungguh bukan karena aku tak cinta lagi, namun karena aku cintalah maka aku melakukan semua ini, kau bisa bahagia dengan si Rudy, atau dengan sia Andi anak juragan tanah yang dipilihkan orangtuamu itu, namun aku lebih setuju bila kau bersama Iman, dia lelaki yang baik, bahkan lebih baik dari aku, dia seorang polisi yang berwibawa, taat beragama dan yang paling penting dia bisa melindungi dan mencintaimu. Maafkan aku bila kau harus mendapatkan berita sedih ini dariku, kita memang sudah lama bersama, sudah semenjak kita SMA dulu.

Jangan balas suratku lagi, aku tak ingin menerima suratmu yang isinya hanya penolakan, aku tak mau kau terus mencintaiku, aku tak bisa membuatmu hidup layak, kau tahu semua ini adalah takdir, sebuah takdir yang kita terima begitu saja tanpa sedikitpun ada pertimbangan. Kau gadisku yang paling aku cintai, kau pertama dan yang paling utama, aku tak yakin bisa mencintai yang lainnya, kaulah bidadari ku yang sudah diturunkan dari surga, dan kau juga yang telah mencuri tulang rusukku, aku tak masalah bila kau harus pergi dengan yang lain, bagaimanapun kau tetap jodohku walau kau harus bersama yang lain.

Jangan menangis, aku akan selalu bahagia, kau pula harus bahagia. Dengar semua ingin orangtua mu, kau anak yang pintar, penurut dan soleha, jangan perburuk keadaanmu sayang, kita memang tak bisa hidup bersama, itu kenyataan yang sudah pasti, ayah ibumu sudah sangat jauh berbeda, mereka menyayangimu, dengan ideologi mereka yang tak mungkin bisa kita lenyapkan dan kita patahkan. Ini hidup, memang sudah bukan lagi pilihan. Walau kita bukan lagi berada di zaman siti nurbaya namun Orangtuamu sudah cukup bijaksana dan bermurah hati, mereka masih memberikanku kesempatan untuk bisa hidup mapan sebelum meminangmu, tapi kenyataannya belum kunjung aku dapatkan kemapanan itu, sudahlah, aku tak ingin melihatmu menjadi seorang perawan tua, biarlah ragamu jadi milik yang lain, namun aku tahu jiwa dan semua cintamu pastinya hanya untukku.
Maafkan aku (fandri yang menyayangimu)”

***

Dia baru membalas suratku 3 tahun kemudian, hanya dengan tiga lembar foto, foto pertama adalah fotonya dengan Iman di pelaminan, foto yang kedua adalah foto sepasang anak kembarnya yang telah berusia 2 tahun 6 bulan, dan foto ketiga adalah foto rumahnya bersama Iman yang sungguh sangat megah, dia juga menyampirkan sebuah pesan singkat di selembar kertas berwarna merah muda”

Aku sudah milik iman
Aku punya semua makanan mewah yang aku inginkan
Ku miliki semua pakaian mewah dan mahal
Dan rumah besar beserta semua kemewahannya sudah aku dapatkan
Ditambah sepasang anak kembar yang sangat aku cintai
Namun tetap saja aku tak bisa merubah kenyataan bahwa AKU TAK BISA MEMILIKIMU.
-End-

originally harry


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bijak dan lugas adalah kunci sebuah kritik dapat dinalar dengan otak dan dapat dicerna oleh mata !